Sifat asli kita adalah apa yang kita lakukan ketika
kita mengira tak ada orang yang melihatnya (Jackson Brown).
Diluar masih remang – remang dan hembusan nafasku menggantung seperti awan beku di udara pagi yang dingin. Lagi – lagi aku merasa kasihan pada diriku sendiri. Aku menyebutnya “rat race”
Hampir setiap hari, melakukan hal yang sama sudah menjadi rutinitas. Bangun pagi meninggalkan rumah sebelum matahari terbit. Dua jam perjalanan ke kantor dengan bus way. Delapan sampai sepuluh jam aku habiskan waktuku di kantor untuk bekerja, kemudian perjalanan pulang mampir ke kafe sekedar menikmati secangkir kopi sepotong kue dan suasana diluar masih tetap gelap. Musim hujan membuatku bertanya – tanya; Apakah matahari akan muncul disiang hari? Aku tidak lagi yakin – jika matahari muncul, aku tidak melihatnya. Aku berangkat ke menuju shelter busway di senin pagi yang suram, minggu itu membentang didepanku seperti lubang hitam yang dalam. Minggu itu mungkin baru tapi aku merasa sangat lelah dan tua, akhir pekan yang singkat tidak cukup memberikanku istirahat.
Busway terlambat lagi, upayaku untuk menenangkan pikiran langsung berganti bayangan tumpukan kertas yang sudah menunggu dimejaku. Begitu banyak yang harus aku lakukan dan hari tidak cukup panjang. Aku mengabaikan kerumuman orang disekelilingku dan dalam hati sudah mulai memilih – milih prioritas pekerjaan yang akan langsung memanggilku begitu sampai kantor email fax laporan dan meeting. Hari akan penuh, apalagi ini awal minggu. Aku mengernyit ngeri ketika ingat betapa seringnya aku menunda sesuatu sampai minggu depan. Nah “minggu depan ini sudah datang. Catatan untuk diri sendiri memikirkan hari esok.
Kerumunan orang yang bergerak mengembalikan kesadaranku. Busway-pun mulai memasuki shelter tujuan dan pasukan penumpang berpikiran sama, mendapatkan tempat duduk kosong dengan cara apapun, laki laki dan perempuan merupakan pendorong yang berpeluang sama saling mendorong di shelter. Bahkan ketika aku membiarkan diri mengikuti arus akupun mempunyai keinginan yang sama untuk mendapatkan tempat duduk kosong pertama yang aku temukan. Sambil menggenggam erat tas kerjaku aku ikut mendorong dan aku mendapatkan hadiah tempat duduk kosong. Dengan duduk aku bisa sambil mereview pekerjaan apa saja yang mesti aku kerjakan sambil mengerjakan satu atau dua sms yang perlu di follow-up.
Tidak berselang lama aku duduk terlihat seorang wanita muda yang sepertinya sudah tidak asing lagi, ataukah aku hanya mengenali mimik wajahnya saja? Wajah yang mencerminkan kepasrahan karena lagi – lagi tidak mendapatkan tempat duduk, wajahnya dengan jelas mengatakan “aku tidak kuat melakukannya. Aku bisa merasakan bagaimana perasaannya, tapi yang aku perhatikan bukan cuma wajahnya juga perutnya yang membuncit tertutup jaket, kehamilan yang sudah waktunya akan melahirkan dan ia bersusah payah berpegangan pada tiang busway yang mulai melaju. Aku disengat perasaan bersalah di busway ini banyak laki laki dan bisa melihat keadaannya, sudah punahkah ksatria – ksatria itu. Tidak ada yang bergerak, kelihatannya orang di busway ini sengaja menghindari menatap wanita muda ini dengan menunduk dan membaca Koran adapula yang asyik bercakap – cakap.
Kusimpan kembali agenda dan hape ke tas kerjaku lalu aku berdiri dan memanggilnya. Pekerjaan aku bisa menunggu. Wajah wanita muda itu mencerminkan rasa lega dan terlihat bersyukur. Aku tidak bertukar kata, tapi ketika ia mengucapkan terima kasih aku tersadar kebaikan yang tidak seberapa ini sangat berarti baginya, aku teringat kembali meski merupakan bagian dari rat race aku tidak perlu menjadi tikus yang tidak perduli dengan keadaan sekitarku. Senin masih pagi, matahari yang mulai muncul memberitahuku bahwa hari ini akan sangat indah.
Diluar masih remang – remang dan hembusan nafasku menggantung seperti awan beku di udara pagi yang dingin. Lagi – lagi aku merasa kasihan pada diriku sendiri. Aku menyebutnya “rat race”
Hampir setiap hari, melakukan hal yang sama sudah menjadi rutinitas. Bangun pagi meninggalkan rumah sebelum matahari terbit. Dua jam perjalanan ke kantor dengan bus way. Delapan sampai sepuluh jam aku habiskan waktuku di kantor untuk bekerja, kemudian perjalanan pulang mampir ke kafe sekedar menikmati secangkir kopi sepotong kue dan suasana diluar masih tetap gelap. Musim hujan membuatku bertanya – tanya; Apakah matahari akan muncul disiang hari? Aku tidak lagi yakin – jika matahari muncul, aku tidak melihatnya. Aku berangkat ke menuju shelter busway di senin pagi yang suram, minggu itu membentang didepanku seperti lubang hitam yang dalam. Minggu itu mungkin baru tapi aku merasa sangat lelah dan tua, akhir pekan yang singkat tidak cukup memberikanku istirahat.
Busway terlambat lagi, upayaku untuk menenangkan pikiran langsung berganti bayangan tumpukan kertas yang sudah menunggu dimejaku. Begitu banyak yang harus aku lakukan dan hari tidak cukup panjang. Aku mengabaikan kerumuman orang disekelilingku dan dalam hati sudah mulai memilih – milih prioritas pekerjaan yang akan langsung memanggilku begitu sampai kantor email fax laporan dan meeting. Hari akan penuh, apalagi ini awal minggu. Aku mengernyit ngeri ketika ingat betapa seringnya aku menunda sesuatu sampai minggu depan. Nah “minggu depan ini sudah datang. Catatan untuk diri sendiri memikirkan hari esok.
Kerumunan orang yang bergerak mengembalikan kesadaranku. Busway-pun mulai memasuki shelter tujuan dan pasukan penumpang berpikiran sama, mendapatkan tempat duduk kosong dengan cara apapun, laki laki dan perempuan merupakan pendorong yang berpeluang sama saling mendorong di shelter. Bahkan ketika aku membiarkan diri mengikuti arus akupun mempunyai keinginan yang sama untuk mendapatkan tempat duduk kosong pertama yang aku temukan. Sambil menggenggam erat tas kerjaku aku ikut mendorong dan aku mendapatkan hadiah tempat duduk kosong. Dengan duduk aku bisa sambil mereview pekerjaan apa saja yang mesti aku kerjakan sambil mengerjakan satu atau dua sms yang perlu di follow-up.
Tidak berselang lama aku duduk terlihat seorang wanita muda yang sepertinya sudah tidak asing lagi, ataukah aku hanya mengenali mimik wajahnya saja? Wajah yang mencerminkan kepasrahan karena lagi – lagi tidak mendapatkan tempat duduk, wajahnya dengan jelas mengatakan “aku tidak kuat melakukannya. Aku bisa merasakan bagaimana perasaannya, tapi yang aku perhatikan bukan cuma wajahnya juga perutnya yang membuncit tertutup jaket, kehamilan yang sudah waktunya akan melahirkan dan ia bersusah payah berpegangan pada tiang busway yang mulai melaju. Aku disengat perasaan bersalah di busway ini banyak laki laki dan bisa melihat keadaannya, sudah punahkah ksatria – ksatria itu. Tidak ada yang bergerak, kelihatannya orang di busway ini sengaja menghindari menatap wanita muda ini dengan menunduk dan membaca Koran adapula yang asyik bercakap – cakap.
Kusimpan kembali agenda dan hape ke tas kerjaku lalu aku berdiri dan memanggilnya. Pekerjaan aku bisa menunggu. Wajah wanita muda itu mencerminkan rasa lega dan terlihat bersyukur. Aku tidak bertukar kata, tapi ketika ia mengucapkan terima kasih aku tersadar kebaikan yang tidak seberapa ini sangat berarti baginya, aku teringat kembali meski merupakan bagian dari rat race aku tidak perlu menjadi tikus yang tidak perduli dengan keadaan sekitarku. Senin masih pagi, matahari yang mulai muncul memberitahuku bahwa hari ini akan sangat indah.
0 comments:
Post a Comment